ANDAI AKU SEPERTI DIA...

 

Dibawah pohon hijau yang rindang, duduk seorang pria tua dan anak laki-laki.

“Jika berandai-andai kau jadi ingin orang seperti apa di dunia ini?”, ujar seorang pria tua kepada seorang anak laki-laki,

“Haruskah aku berandai-andai? Apa aku tidak bisa menjadi diriku sendiri?”, jawab anak laki-laki itu sambil menatap pria itu.

“Kita harus berandai-andai untuk membuat hidupku kita jadi lebih baik, nak. Jadi kau ingin seperti apa?”, ujarnya,

“Ayah, aku tidak bisa berandai-andai, aku tidak memiliki tolak ukur untuk dijadikan suatu perbandingan jika aku ingin menjadi sepertinya”, jawabnya, lalu anak itu berdiri  dan mengambil karung sampahnya kemudian mencari sampah yang dapat dijual pada tengkulak.

 

Seorang ayah dan anak yang telah menjadi pemulung sampah selama hidupnya, tinggal di sebuah gubuk dekat penampungan sampah. Tidak ada tempat tidur yang empuk lengkap dengan selimut dan batal, hanya beralaskan koran dan beratap kayu bekas, tidak ada baju baru, hanya baju yang sama setiap harinya tanpa peduli bau dan robekan baru setiap hari, tidak ada makanan baru hanya  makanan sisa dari restoran makanan yang terbuang dan setiap harinya tidak ada hal baru karena semua aktifitas yang sama terus berulang tanpa perubahan dan peningkatan.

 

Setiap pulang, ayah dan anak ini selalu melewati sebuah restoran mewah yang selalu membuang sisa makanannya. Saat pelayan membuang makanan sang ayah selalu meminta untuk diberikan padanya walaupun sempat ditolak pelayan itu berbaik hati dan memberikan makanan sisa itu untuk ayah dan anak itu, oleh karenanya ayah dan anak selalu menunggu di belakang restoran untuk mendapatkan buangan makanan sisa lalu pulang menuju gubuk.

“Ayah, kenapa mereka selalu membuang makanan ini? Makanan ini sangat wangi dan lezat, kita bahkan tidak bisa membeli makanan ini jika makan di restoran itu”, tanya anaknya,

“Itu karena mereka sudah bosan dengan makanan yang sama, mereka mencoba makanan baru  lalu bosan lagi dan memesan makanan lain lalu sisanya dibuang”, jawab ayahnya,

“Kalau begitu, kenapa mereka tidak membawa pulang makanan yang tidak habis mereka makan? Makanannya masih bersih, hangat dan tidak kekurangan apapun”,

“Nak, semua orang punya standarnya masing-masing, makanlah ini, setelah itu bersih-bersih dan beristirahat”, ujar ayahnya,

“Ayah, jika aku berandai-andai aku jadi ingin mereka, mereka yang memesan makanan ini, jadi semua makanan akan kuhabiskan dan jika bersisa akan kubawa pulang”, ujar anak itu, ayahnya tersenyum mendengar jawaban tidak terduga itu.

 

Esok harinya, ayah dan anak ini kembali mencari sampah, mereka menggeledah setiap penyimpanan sampah di rumah bahkan gedung perkantoran untuk menemukan barang yang dapat dijual kembali. Siang itu, panas matahari sangat menyiksa kulit orang yang sedang berada diluar ruangan,

“Nak, hari ini sangat panas, berteduhlah dibawah beranda apartemen itu”, ujar ayahnya yang melihat anaknya sangat lelah,

“Baik ayah”, anak itu berlari dan berteduh dibawah beranda apartemen.

Saat itu ia melihat seorang ibu dan anak yang sedang berdebat,

“Ibu, aku sangat haus, kenapa ibu membelikanku minuman seperti ini”, ujar anak itu lalu membuang minuman itu ke lantai, menggelinding hingga kearah anak itu.

“Ini minuman yang sama, hanya saja dari merek yang berbeda, kau harus meminumnya, kau akan kehausan jika kau tidak meminumnya”, ujar ibunya,

Anak itu mendekati ibu dan anak itu sambil membawa minuman yang jatuh kearahnya,

“Maaf, ini minumanmu”, ujarnya,

“Ambillah, aku tidak menginginkan minuman murahan itu”, ujar anak itu dengan nada tinggi lalu masuk ke dalam apartemen,

“Nak, ambillah minuman ini dan pastikan badanmu tidak haus di cuaca panas seperti ini”, ujar ibu itu lalu menuju apartemen untuk mengejar anaknya yang marah.

 

Anak laki-laki itu berjalan kearah ayahnya,

“Ayah, mari istirahat dan minum ini bersama”. Ayah dan anak itu duduk disebuah taman apartemen dan mendinginkan diri sejenak dari panas matahari yang sangat menyengat siang itu.

“Kau mendapatkan ini darimana, nak?”, tanya ayahnya,

“Tadi anak ibu yang berada di apartemen membuangnya lalu itu menggelinding kearahku lalu ia mengatakan padaku untuk mengambilnya karena baginya ini minuman murahan”, jawab anak itu dengan sedih,

“Lalu kenapa kau menjadi sedih? Bukankah kau seharusnya bersyukur siang ini kita bisa minum minuman enak seperti ini”, ujar ayahnya,

“Ayah, andai aku seperti anak laki-laki itu, aku pasti sangat senang dibelikan minuman seperti ini dan memiliki ibu sepertinya, ibunya sangat perhatian supaya anak itu tidak kehausan”,

“Saat ayah bertanya padamu jika kau ingin berandai-andai kau ingin jadi seperti apa, lalu kau ingin menjadi seperti dirimu sendiri, lalu sekarang kau ingin menjadi orang yang memesan makanan di restoran mewah dan anak itu”,

“Aku rasa berandai-andai tidak menjadi masalah ayah, jika aku berandai-andai maka aku bisa bermimpi untuk memiliki kehidupan yang lebih dari hari ini bukan?”, anak itu menjawab dengan tenang,

“Tetapi  yang harus kau ingat ketika berandai-andai adalah berandai-andailah untuk hal yang baik, lalu berandai-andailah untuk segera mencapai itu, saat otak kita berandai-andai maka secara tidak sadar setiap perilaku, usaha kita mengarah pada tujuan yang sedang ingin kita andai-andaikan”, ujar ayahnya,

“Kalau aku berandai-andai menjadi ayah bagaimana?”, jawaban itu membuat ayahnya terkejut,

“Minumlah ini, kita akan segera berpindah untuk mencari tempat sampah lainnya”.

 

Hari menjelang malam, ayah dan anak itu kembali ke belakang restoran itu lalu menunggu pelayan restoran keluar memberikanan makanan sisa.

“Pak, maaf menunggu cukup lama, pasti anda sangat lapar. Ini adalah makanan sisa malam ini, cukup banyak semoga dapat membantu bapak dan adek”, ujar pelayan itu,

“Kak pelayan, sepertinya makanan ini masih baru, apa kau tidak ingin mengambilnya untukmu?”, ujar anak itu, ayah dan pelayan itu terkejut,

“Ini untuk kalian, hari ini kalian sudah bekerja keras, kalian butuh asupan makanan untuk tetap sehat besok hari”, jawab pelayan itu,

“Kau juga bekerja keras hari ini kak pelayan, kau pasti lelah karena dimarahai saat makanan tidak sesuai pesanan, kau juga lelah harus mencuci piring, kau bisa saja mengambilnya untuk kebutuhanmu”,

“Adek, kakak hari ini sangat lelah karena harus melayani berbagai pelanggan dengan sifat aneh-aneh. Kakak bersyukur hari ini kakak masih bisa bekerja dan menghasilkan uang yang cukup, karena itu kakak ingin membagikannya pada orang lain, supaya setiap berkat yang kakak terima bisa menjadi berkat untuk orang lain juga”, jawab pelayan itu sambil tersenyum,

“Kami sangat berterimakasih, kau pasti keluar bersembunyi untuk memberikan makanan ini”, ujar ayahnya,

“Tidak pak, saya senang jika semua orang dapat makan dengan baik hari ini”,

“Jika aku bisa berandai-andai, aku ingin seperti kakak pelayan, kakak melayani siapapun tanpa pandang bulu, kakak akan terus sabar dalam melayani siapapun, bahkan kakak tetap melayani kami yang selalu dipandang rendah oleh orang lain. Sampai jumpa besok lagi kak, pastikan kakak tetap sehat”, anak dan ayah itu meninggalkan pelayan restoran itu.

 

Saat berada di gubuk ayahnya bertanya pada anak itu,

“Hari ini kau ingin seperti anak laki-laki apartemen dan pelayan, lalu besok kau ingin seperti apa nak?”,

“Kau tau, aku ingin seperti ayah”, jawab anaknya,

“Kenapa kau ingin seperti ayah, ayah hanya seorang pemulung bahkan kau tidak bisa makan dengan layak dan tinggal di tempat yang baik”,

“Aku ingin menjadi seperti ayah, ayah bukan pemulung, pemulung hanya bagian pekerjaan ayah untuk membantu pemerintah membersihkan sampah. Ayah selama ini selalu membantuku belajar cara mengelola uang walaupun uang yang kita peroleh sangat sedikit, ayah mengajariku selalu bersyukur, bahkan ayah membantu orang yang susah seperti kita. Terkadang aku bertanya bagaimana ayah membantu orang yang susah sedangkan hidup kita saja sudah sangat susah”,

“Ayah tidak ingin kau berakhir menjadi pemuluh menjadi seperti ayah nak. Itulah mengapa ayah selalu bertanya kau ingin berandai-andai menjadi siapa jadi kau bisa mendapatkan semangat untuk kehidupan yang lebih baik”,

“Ayah kau tau, aku selalu berpikir andai aku seperti dia, seperti ayah. Ayahku yang sangat tampan. Ayahku yang bekerja keras, ayahku yang selalu membantu orang lain, ayahku yang sabar, ayahku yang selalu menghargai hal-hal kecil menjadi hal besar penuh makna, ayahku yang selalu memastikan kehidupanku dipenuhi dengan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana. Ayah juga memastikan aku tidak kekurangan sesuatu apapun. Ayah adalah orang yang paling kusukai didunia ini. Tentu aku ingin ayah dan aku menjalani kehidupan yang lebih baik, tetapi aku harus bersamamu dan ingin menjadi sepertimu selanjutnya”,

Ayahnya tersenyum dan tertawa dengan bahagia, ayah dan anak itu tertawa dan menyadari betapa berharganya hidup yang mereka jalani. Jika terus berandai-andai menjadi seseorang bisa saja orang itu berandai-andai menjadi kita, tidak ada salahnya jika harus berandai-andai, anggap saja sedang bermimpi dan mengejar mimpi itu.  Tetapi ingat jangan bandingkan dirimu dengan orang lain karena semua orang punya dan jalan masing-masing untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan bahagian hari ini.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Kuliah Planologi-Analisis Pusat Pelayanan dengan Menggunakan Skalogram (Skala Guttman)

Tugas Kuliah Planologi-Teori Perencanaan

3 Variety Show Korea Paling Lucu dan Konyol