You're My Own (Part1)
You're My Own
Bertemu
‘orang yang tepat’ adalah hal terindah yang pernah kurasakan dan tak pernah
kurasakan sebelumnya. Semuanya berjalan dengan cepat dan baik bahkan keluarga
ku dan keluarganya sudah mengenal kami masing-masing.
“Halo
bg Sam?//Kamu berangkat jam berapa ke kantor//Oh gitu, ntar bg Sam makan siang
dimana?//Hihii iya bg Sam, aku udah masakin nih//Oh yaudah ntar ketemu di
kantor rumahsakit aja ya//Iya di ruanganku//Semangat bg Sam, sampai jumpa”,
begitulah setiap pagi hingga hari ini. Komunikasi di pagi hari adalah hal yang
tak boleh dilupakan, apabila komunikasi pagi tidak terjalin antar satu sama
lain maka itu mengisyaratkan seseuatu hal telah terjadi. Tetapi apapun itu kami
sudah berkomitmen.
Pagi
itu adalah hari senin, hari pertama di minggu itu.
“Ma
(cipika-cipiki) Eins pamit dulu ya”,
“Iya,
hati-hati ya. Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya”, nasehat mama.
“Baiklah,
Ma. Dadadahhh—“,sembari menyubit pipi nona kecil yang sedang berada dalam
pelukan hangat Mama.
Hari
itu adalah hari biasa, akupun melakukan aktivitas seperti biasa hanya saja hari
ini banyak kegiatan yang berhubungan dengan administrasi rumahsakit yang
membuatku harus naik turun dan pergi kesana kemari.
*ponselku
berbunyi
“Halo//Apa
ini jam makan siang?//Astaga, aku baru menyadarinya. Bg Sam lagi dimana?//Ya ampun,
aku akan segera kesana”, mematikan ponsel dan berjalan cepat menuju ke ruang
kerja. Waktu telah menunjukkan jam 12 siang dan aku maish berurusan dengan
segala kertas putih ini.
“Bg
Sam? Maaf tadi aku sangat sibuk ngurus administrasi dan ini pun selesai”,
ujarku sambil mengambil tempat makanan yang berada di meja pojok tempat
kerjaku.
Dia
hanya menatapku ketika membuka setiap tempat makanan yang telah kusiapkan.
“Bg
Sam, jangan lihat aku seperti itu?”,
“Kamu
keringatan banget ya?”, sambil menyentuhkan tisu di wajahku dan membersihkan
air asin yang keluar dari pori-pori kulitku.
“Trimakasih,
bg Sam. Kuy, makan”, ajakku.
“Kuy,
berdoa bareng”,
“Bg
Sam yang mimpin doanya kan?”, tanyaku sambil tersenyum licik.
“Okei
Eins. Mari kita berdoa. Tuhan Yesus trimakasih untuk makanan dan minuman yang
telah Engkau berikan hari ini biarlah menjadi kesehatan bagi kami. Dan kiranya
Engkau juga mencukupi kebutuhan keluarga kami dan orang-orang yang masih
kekurangan Kau cukupkan. Dalam nama-Mu, biarlah kehendak-Mu yang jadi, Amin”.
“Selamat
makan”, ujarku.
Makan
siang bersama menjadi rutinitas yang selalu kami jalani. Bahkan dia memilih
makan siang bersamaku di saat rapat sekalipun. Biasanya kami makan siang di
ruang kerjaku, ruang kerjanya bg Sam dan kantin kantornya.
“Emm,
makanan hari ini enak sekali”, ujarnya sambil tersenyum padaku.
“Kurasa
bg Sam selalu mengatakan hal yang sama padaku”,
“Ini
udah jam 2 aku harus kembali ke kantor, jam 3 aku ada rapat penting”,
“Iya,
berhati-hatilah. SemangattJ.
Aku akan mengantarmu kedepan”.
Mungkin
ini adalah rutinitas biasa yang dilakukan tetapi ini adalah cara kami semakin
mengenal satu sama lain. No worried, no jealous dan no cry. Tak perlu khawatir jika dia lebih lama memberimu kabar,
karena selalu ada alasan untuk itu. Tak ada cemburu karena dia hanya dekat dan
hanya kamu baginya. Tak ada yang namanya nangis karena segala sesuatu ada
jalannya.
*ponselku
berbunyi
“Ayah?//Apa
kabar, Yah?//Kesana selama 2 minggu//Baiklah, Yah//Hahaha iya Ayahku//Sampai jumpa,Yah. Take care”.
Siang
ini aku mendapat telpon dari Ayah. Ayah bukanlah ayah biologiku tapi dia adalah
Ayah angkatku selama aku bekerja di DIY. Awalnya aku hanya seorang mahasiswa
yang sedang magang di perusahaannya. Sebelum waktu magangku berakhir, ia
mengajakku untuk bekerja di perusahaannya karena menurut Ayah kerjaku bagus dan
aku adalah pekerja sekaligus pemikir yang cukup cepat dalam bekerja.
Lama-kelamaan setelah aku bekerja tetap di perusahaannya, aku mengetahui
kejadian masa lalu keluarganya. Ayah kehilangan bayi perempuan dan istrinya
dalam satu waktu malam ketika istrinya hendak melahirkan. Sejak itu, Ayah ingin
sekali mengadopsi seorang anak perempuan tapi dia masih mencari-cari hingga
menemukanku. Awalnya Mama dan bg Rick bingung karena aku bukan yatim piatu dan
aku masih punya keluarga yang cukup mampu. Namun setelah bertemu dengan Mama
dan bg Rick, Ayah menjelaskan semuanya. Akhirnya aku sah menjadi anak angkat
Ayah. Dan aku memiliki saudara laki-laki lagi karenanya, namanya mas Agung. Ia
bekerja di perusahaan itu juga dan juga salah satu cabang perusahaan di
Bandung. Dan dia adalah salah seorang yang mendukungku menjadi pegawai
pemerintahan, walau ia tetap mengembalikan keputusannya padaku.
Topik
utama hari ini adalah aku harus kembali ke Jogja untuk urusan kantor dalam
waktu 2 minggu. Bg Sam mungkin paham jika aku mengatakannya padanya, hanya saja
Mama dan bg Rick pasti membahas tentang menjadi seorang pegawai pemerintahan lagi
padaku.
Sore
sepulang dari rumah sakit, semua lengkap di ruang keluarga. Mungkin ini adalah
waktu yang tepat.
“Aku
pulang”, sambil menyalami Mama.
“2
minggu itu cukup lama, Eins”, ujar bg Rick, sontak membuatku terkejut.
“Bagaimana
bg Rick bisa tahu?”,
“Ayah
menelponku. Mama, Ayah, bg Rick, kak Jes dan Agung juga udah setuju kalau kamu
itu jadi pegawai pemerintahan”,
“Kok
bg Rick bahas itu sih, kan Eins udah bilang, aku ingin mewujudkan impianku”. Bg
Rick menatap serius padaku.
“Sudah-sudah,
ini tidak akan selesai. Mama sudah memesankan tiket pesawatmu Eins. Kamu
berangkat besok pagi”,
“Besok,
Ma?”,
“Iya,
sepertinya ada yang penting. Berhati-hatilah, sekarang kemasi barangmu dan
temui Samuel. Jelaskan padanya”,
“Iya
Ma, aku akan menemuinya nanti malam”, mengakhiri pembicaraan. Impian akan
menjadi impian yang takkan pernah dilupakan olehku. Berusaha dalam sepucuk
harapan untuk mencapai harapan itu sekarang.
Malam
telah menunjukkan langit gelapnya, hari ini tak ada bintang hanya bulan bulan
yang begitu terang terlihat diantara kegelapan malam.
*ponselku
berbunyi
“WA:
Tempat biasa ya (kiss)”.
“ANSWER:
Ok, see you (kiss)”.
-Resort
Restaurant and Cafetaria-
“Bg
Sam? Apa aku terlambat? Bukankah kita janjian 19.30 dan sekarang jam 19.15”,
tanyaku sontak kaget melihatnya yang telah duduk dan memesankan makanan
terlebih dulu.
“Karena
kali ini berbeda”, ujarnya tenang.
“Berbeda?”,
“Iya,
duduklah”,
“Baiklah
(sembari duduk)”,
“Apa
semua baik-baik aja?”,
“Baik,
semua baik. Kenapa jadi canggung gini sih?”,
“Jelaskanlah
terlebih dahulu”,
“Apa?
Bg Sam sudah mengetahui ini?”,
“Tadi
aku kerumahmu dan aku mendengar percakapan kalian. Tapi tadi aku memutuskan
untuk pulang mungkin karena aku masih belum siap”,
“Baiklah,
ada sesuatu hal yang penting di kantor. Aku harus mengurus sesuatu disana
selama 2 minggu bahkan lebih. Ya, mungkin ini pertama kalinya kita LDR-an. Tapi
semua akan seperti biasa”,
“Apa
akan selalu seperti ini?”, tanyanya serius.
“Permisi,
pesanan anda”, ucap seorang pelayan.
“Maksudku
apa impianmu sebegitu besarnya?”,
“Iya
bg Sam, aku ingin menjadi GM, emang sih aku bisa mendapatkannya dengan bantuan
Ayah tapi aku ingin melakukannya dengan kemampuanku sendiri. Dan setelah aku
jadi GM mungkin aku bisa saja menjadi Direktur”, jawabku.
“Tapi
resikonya adalah kamu harus mondar-mandir dari sini ke sana dalam jangka waktu
yang lama. Dan jika itu hingga masa yang akan datang, kita hanya bertemu 2
minggu dalam sebulan”,
“Mungkin
kita bahas ini setelah aku pulang aja bg Sam. Sekarang bukan waktu yang tepat”,
“Baiklah”,
“Besok
aku take off jam 10”,
“Iya,
besok aku akan mengantarmu”, ujarnya dingin.
Malam
ini menjadi sangat dingin. Hingga membuatku tidak terlelap hingga pagi menanti.
-Esok
hari-
Pagi
ini cukup cerah, tapi tidak untuk masalah hati dan pikiran yang menjadi
pergumulanku saat ini.
“Pagi,
Ma”, sapaku sembari menuruni tangga.
“Mata
kamu kenapa? Lelah sekali sepertinya. Kemarilah makanlah dulu”, ajak Mama.
“Matamu
kenapa Eins?”, tanya bg Rick.
“Tidak,
aku hanya tidak tidur malam ini”,
“Apa?
Kamu tidak tidur lagi tapi bukannya kebiasaan itu udah kamu tinggalin 2 tahun
yang lalu”,
“Bg
Rick aku hanya tidak bisa tidur”, ujar sedikit kesal.
“Ma,
anak perempuanmu sudah mulai kesal. Mungkin dia lagi mikirim gimana caranya
jadi pegawai pemerintahan tadi malam hahaha”,
“Bg
Rick, hufftt”,
“Hahaha
sudah-sudah, makan sana”,
“Berdoa
dulu, Ma”,
“Tadi
kita berdoa duluan Eins”,
“Baiklah,
aku berdoa pribadi”. Aku pun berdoa.
“Samuel
jadi antarin kamu?”,
“Jadi
kok bg Sam”,
“Bg
Sam? Wah hahaha anakmu in Ma, udah ga fokus lagi”, usik bg Rick.
“Apaan
sih bg Rick”, ujarku kesel.
“Udah
kalian jangan bercanda terus. Eins butuh siap-siap lagi, setidaknya nanti kamu
bisa tidur dalam perjalanan”,
“Ya,
Mamss”, ujarku sambil ngeledek bg Rick yang terus menggodaku.
Entah
apa yang terjadi kejadian kemarin membuatku tak semangat untuk pergi hari ini.
Mungkin ini hanya hari cerah buat orang yang sedang bahagia, bagiku sekarang
sedang mendung hanya saja lampunya terlalu terang hingga sesoerang tak
menyadari itu mendung.
“Eins..Samuel
udah datang”, teriak Mama.
“Iya
Ma”, teriakku membalas teriak Mama dari luar kamarku. Berat rasanya
melangkahkan kaki keluar dan bertemu dengan mereka semua. Tidak biasanya aku
seperti ini.
“Hai
bg Sam”, sapaku.
“Eins,
matamu ?”,
“Ya,
aku hanya tidak bisa tidur saja”, ucapku.
“Hati-hati
ya Eins”, ucap Mama.
“Ma,
inikan baru jam 8? Kenapa begitu cepat sekali, Ma?”,
“Tidak
apa-apa. Mungkin kalian perlu bertemu lebih lama sebelum kamu meninggalkannya
dalam waktu 2 minggu”,
“Baiklah
Ma”. Berpamitan dan menyalami Mama, bg Rick dan kak Jess dan cium hangat si
nona kecil ini.
Ketika
memasuki mobil, aku dan dia masih terdiam dan merasa canggung antar sama lain.
Sekitar 10 menit dalam perjalanan, kami berhenti di suatu jalan yang cukup
macet karena sesuatu hal telah terjadi.
“Ada
apa ya bg Sam kok rame banget?”, tanyaku sambil melihatnya serius.
“Aku
akan melihatnya”,
“Aku
ikut”, ujarku cepat. Ia hanya mengangguk.
Alhasil,
ternyata seorang perempuan melahirkan. Namun yang membuat gempar adalah dia
masih duduk di bangku kelas 3 sekolah menengah pertama. Keluarganya adalah
orang ternama di daerah itu. Semua warga tidak menyukai hal ini karena lelaki
tersebut bukan sesama suku dan bukan orang timur tetapi orang barat alias
‘bule’. Entah bagaimana ceritanya yang terjadi adalah lelaki itu dihakimi dan
menyebabkan sepanjang jalan itu macet total. Banyak yang marah karena jalan
digunakan untuk aksi pribadi sedangkan pengguna jalan memiliki kegiatannya
masing-masing. Hingga akhirnya mereka membuka jalan untuk lewat, namun peristiwa
itu masih saja berjalan. Saking merindingnya dan takutnya melihat kejadian itu
didepan mataku, tanpa sengaja menggenggam lengan bg Sam dan bersembunyi di
baliknya.
“Tidak
apa-apa, semuanya baik-baik saja. Sekarang kita bisa lewat”. Kecanggungan ini
pun terjadi lagi saat memulai perjalanan lagi dan ketika sampai di bandar
udara.
“Aku
check in dulu, tunggulah sebentar.
Ini masih jam setengah 9”, ujarku dan masuk ke dalam. Dalam beberapa menit aku
kembali keluar dan aku tak menemukannya.
“Mungkin
dia sudah pergi”, ucapku lemas. Aku pun kembali dan..
“Bg
Sam?”,
“Tadi
aku pergi keluar, aku membelikanmu coklat. Kurasa kebiasaanmu tidak tidur saat
bepergian jauh itu karena sedang memikirkan sesuatu dan ketika kamu sedang
memikirkan sesuatu pasti lagi ngidam yang manis-manis kan?”,
“Hahaha
trimakasih bg Sam”, ucapku sambil tersenyum dan tertawa licik.
“Duduk
disana aja”, sambil meraih tanganku.
Kamipun
duduk dan aku memakan coklat yang diberikannya.
“Percayalah
aku tidak akan membagi coklat ini untuk bg Sam”, ucapku licik.
“Iya
ga apa-apa. Lagian untuk buatmu kok”, dengan waja sedikit gelisah.
“Ada
apa? Cerita! Itu perjanjian kita”,
“Besok
aku ada presentasi di depan beberapa perusahaan yang kerjasama dengan
perusahaanku dan besok itu penting karena menyangkut apa yang akan terjadi
kedepan tentang perusahaan itu dan orang-orang didalamnya”,
“Maksudnya
keberlangsungan perusahaan cabangnya disini?”, ujarku serius.
“Iya
Eins. Dan aku deg-degan sekarang hahaha”,
“Ketawanya
ga ikhlas banget sih”,
“Hati-hati
ya. Hemm masuklah sekarang”,
“Sekarang?
Masih 30 menitan lagi bruhh”,
“Kalau
kamu ga pergi sekarang. Akan susah untuk membiarkanmu pergi”,
“Berlebihan
deh, kan aku Cuma pergi 2 minggu. Beneran sekarang?”,
“Iya
sekarang”, senyumnya begitu meyakinkanku. Kami pun menuju pintu masuk.
“Berhati-hatilah,
jaga diri, jaga hati ehh enggak dehh hatinya kan udah dikunci. Jaga kesehatan,
kalau bisa nanti di pesawat tidur. Dan tetap kabarin apapun itu”,
“Iya,
semangat juga buat besok. Dan jangan dekat sama cewe disini, awas aja”,
“The heart was locked. Aku akan berjuang
untukmu”,
“Untukku?
Berjuang untuk apa?”,
“Nanti
kamu akan tahu, Eins. Masuklah. Oiya nanti lihat arah keluar, jika ada cahaya
kelap-kelip itu adalah aku”,
“I think I’ll really really miss u”,
“And me too, take care, babe”.
Jam
10.00 take off dan saat itu aku duduk
tepat dijendela sebelah kanan. Hei, itu dia. Dia menggunakan flashlight untuk menandakannya padaku.
Jam
10.55 landed di Bandar Udara
Internasional Kualanamu
Jam
11.30 take off dari Bandar Udara Internasional Kualanamu
Jam
12.25 landed di Bandar Udara
Internasional Adisutjipto
Hingga
saat ini belum memberi kabar kepada siapapun, bahkan Ayah tidak tahu apakah aku
telah tiba disini atau belum. Rasanya berat melangkahkan kaki keluar, ingin
berbalik arah dan kembali pulang.
*ponselku
berbunyi
“Halo//Iya,
maaf.//Iya tadi aku kebanyakan melamun jadinya lupa ngabarin//Mama, bg Rick,
kak Jess, Ayah, Agung dan Samuel aku minta maaf udah buat semuanya khawatir//Iya
bg Rick maksud aku bg Sam// Iya ini mau nelpon Ayah bg Rick// Ayah udah di
depan? Oalahh okeokee//”.
Ya,
seperti dugaan yang terjadi, semua khawatir.
“Einss”,
teriak seseorang, membuatky menoleh kearahnya.
“Ayah?
Ayahhh”,teriakku girang dan berlari kearahnya. Ia meraihku dan memelukku erat.
“Ayah,
Eins minta maaf”,
“Iya
tidak apa-apa yang penting kamu baik-baik aja”,
“Mas
Agung ga ikut, Yah?”,
“Dia
lagi sibuk ngurusin proyek. Itulah mengapa Ayah mau kamu kesini kasian dia,
proyeknya cukup besar dan dia butuh keahlianmu”,
“Bukannya
di perusahaan kita banyak anak yang sejurusanku, Yah? Kan bisa melalui
mereka?”,
“Tapi
kali ini berbeda dear, mobilnya
disana”, sembari menghampiri mobil yang telah terparkir rapi.
“Ayah,
malam ini mau Eins yang masakin?”,
“Kan
ada mbok Ida toh ya, gausah kamu istirahat wae nduk”,
“Oiya,
Yah. Aku mau cerita kan jalan kerumah masih jauh, daripada bosan denger cerita
Eins aja, Yah”,
“Iya
sayang, cerita saja, Ayahmu ini akan mendengarnya”,
“Jadi
gini, Yah. Kenapa tadi Eins ga hubungi siapapun selama perjalanan karena Eins
sepenuhnya melamun tadi aja Eins nyaris ketinggalan pesawat. Dan Ayah tau, aku
melamun karena kepergianku ini. Mungkin aku sedikit bergumul akan setiap
dorongan Mama, Ayah, bg Rick, kak Jess dan mas Agung buat menetap di kota dan
menjadi pegawai. Rasanya ada yang mengganjal, Yah. Mungkin ini pertama tapi
selanjutnya akn terjadi. Lalu Eins harus gimana, Yah?”,
“Lalu
menurut kamu sendiri kamu harus berbuat apa?”,
“Aku
harus mengubur impianku dan...aku harus jadi pegawai?”,
“Kenapa
harus mengubur? Samuel bekerja dibidang real
estate, lalu kenapa kamu merasa impianmu harus dikubur”,
“Tapi
kan Yah, kalau misalnya nih Eins jadi pegawai negeri, otomatis aku akan
berkutat di pemerintahan”,
“Ilmumu
Eins, kamu bisa memanfaatkannya. Jangan biarkan ilmu itu hilang. Kamu bisa
membantu Samuel ketika dia mengalami permasalahan”,
“Oh
jadi maksud, Ayah. Wherever I go, keep
the knowledge in your mind and don’t let it lost?”,
“I know you can dear, I know you can get your
dream and you can say...”,
“GOTTCHA” ucap serempak dengan Ayah.
“Ayah
harap kamu tahu apa yang harus kamu lakukan setelah malam ini”,
“Tentu,
Yah. Besok bg Sam ada presentasi besar dengan beberapa perusahaan dan aku
gabisa semangatin dia secara langsung, Yah”,
“Presentasi?
Wah, itu sangat penting, Eins”,
“Penting?”,
“Iya
Eins, apalagi ini terkait keberlanjutan perusahaan itu. Dan apabila perusahaan
itu gagal maka cabang perusahaan itu akan ditutup”
“Apa?
Lalu pekerjanya Yah?”,
“Mereka
tetaplah karyawan tetapi mereka akan disebar di cabang perusahaan lainnya. kamu
harus semangatin Samuel. Ayah yakin saat ini mungkin dia akan susah untuk fokus”,
“Iya,
Yah aku akan menghubunginya nanti”.
Tak
lama setelah perbincangan itu selesai pagar rumah telah kelihatan dari jauh. And welcome home.
“Eins
istirahatlah, Ayah juga mau istirahat”,
“Iya,
Yah. Aku ke kamar duluan ya, Yah. Byebye Ayah”,
“Tidur
loh yaa jangan pegang hape mulu Eins”, teriak Ayah dari bawah.
“Iya
Ayah”, sahutku.
Lamunan
itu kembali menghampiriku dalam kelelahan hari ini. Hingga membuatku tidur
bahkan kembang tidur pun tak menghiasi istirahatku siang ini.
*suara
Adzan Maghrib
Sontak
membuatku terbangun dari tempat tidurku dan tanpa berkemas aku langsung menuju
keluar dan menjumpai Ayah dan mas Agung yang sedang bersantai di beranda rumah.
“Ayah”,
ujarku.
“Hai
Eins apa tidurmu nyenyak?”,
“Ayah
kenapa tidak membangunkan ku?”,
“Duduk
toh, santai sek, kamu baru bangun dek”, ala medoknya mas Agung.
“Iya,
mas. Mas baru pulang?”,
“Iyo,
besok bantuin mas ya, pekerjaan di kantor banyak banget”,
“Sekretaris
mas mana?”,
“Dia
lagi cuti soalnya dia mau tunangan”,
“Hahaha
sekretaris mas aja udah tunangan, situ kapan?”, ucapku sambil meledek.
“Eins
kamu udah ngibarin bendera perang nih”, ujar mas Agung sambil menatap sinis
kearahku.
“Enggak
yo mas, aku tuh adekmu sing baik, apik dan cinta kedamaian”, sembari mengikuti
logatnya.
“Hahaha
anak ini, sah nih ngibarin bendera perang”, ujarnya sambil mulai bersiap-siap
menangkapku.
“Ayahanda
bantulah kiranya adinda ini, adinda butuh bantuan Ayahanda. Kakanda telah
berprasangka buruk terhadap adinda”, ujarku dengan wajah sedih didepan Ayah.
“Hahahaha
inilah yang tidak bisa Ayah dapatkan saat kamu tidak disini. Ayah ingin tinggal
di kotamu, nak. Tapi takut tidak tahan dengan omongan orang”,
“Tapikan
ayah ga perlu perdulikan apa kata orang, yang penting kita semua bahagia”,
ujarku sumringah.
“Baiklah,
itu urusan belakangan. Ada sesuatu hal yang ayah dan mas mau bahas sama kamu”,
ujar Ayah sedikit serius.
“Lo
kali ini harus serius, ini nentuin masa depan hidup lo”, ujar mas Agung dengan
medok.
“Opo
to mas? Kui barusan ngomong opo, aku ga mudeng. Rak usah sok-sok jadi orang
Jakarta”, balasku bercanda.
“Eins”,
“Iya,yah.
Eins kali ini serius. Ayah mau bicara apa?”,
“Kamu
sudah jauh lebih dewasa sekarang, kamu sudah memiliki banyak pengalaman, kamu
sudah banyak melakukan perjalanan yang cukup jauh dalam hidupmu. Dan pria yang
telah di pilihkan padamu adalah orang yang tepat. Sebelum dia menemuimu, dia
menelepon ayah, dia jujur sama ayah tentang semuanya. Menurut ayah, dia adalah
pria yang baik dan tepat. Ayah ingin kamu menjadi seorang teman hidup yang
selalu berada dekat dengan dia. Ayah tau mungkin berat bagimu meninggalkan
pekerjaan saat ini karena kamu menemukan passion
mu disini. Tapi disinilah kamu belajar arti pengorbanan. Kamu ingat dulu kamu
pernah mengatakan kalau kamu kesini untuk mencari pengelaman dan saatnya kamu
harus kembali, saat itulah kamu akan benar-benar kembali”, ujar Ayah.
“Haruskah
aku berhenti sekarang?”,
“Iya
kamu harus berhenti sekarang dik, aku takut semakin kamu lama berhenti semakin
susah buat kamu meninggalkannya. Lagian pria itu memiliki pekerjaan yang sangat
mumpuni, dia adalah orang yang berkompeten tinggi. Jadi menurutku, setelah kamu
berhenti disini, kamu lebih baik menjadi PNS. Mungkin gajinya tidak seberapa
tetapi kamu pasti menemukan kebahagiaan kamu karena kamu lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah”, pertegas mas Agung.
“Ayah
akan tetap menjadi ayahmu, ayah bukan memecat kamu dari pekerjaan ini. Ayah
lakukan ini karena ayah sayang sama anak ayah, ayah ingin kamu menemukan
bahagia yang sejati dalam keluargamu nantinya. Ayah hanya ingin Eins bahagia,
itu saja keinginan ayah”.
Hening
dalam beberapa saat dan itu seketika membuatku termenung akan setiap impian
yang selama ini kuimpikan.
Setelah
hari itu berlalu, aku harus kembali pulang. Hari-hari itu sangat kelabu bagiku
karena keputusan yang besar harus kuputuskan. Mungkin bagi segelintir orang itu
adalah hal yang mudah karena teman hidupku adalah orang yang mapan. Tetapi bagiku,
itu adalah hal sulit, banyak impian yang masih belum kuwujudkan, banyak hal
yang belum kulakukan karena ketika aku melakukan semua hal tersebut aku merasa
menjadi wanita yang sesungguhnya.
Saat
perjalanan pulang, terjadi sebuah insiden yang tak diduga terjadi. Pesawat yang
kunaiki mengalami turbulensi, bagiku itu adalah hal yang biasa karena aku
sering sekali mengalami hal ini ketika pulang ke daerahku. Tetapi hari ini
berbeda dalam beberapa detik turbulensi itu terjadi, aku merasa gelap dan tak
merasakan apa-apa.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar