Cerita Klasik-Jawaban Doa (1)
Ketika Aku Tahu Aku Menyukainya, Ketika Itulah Aku Tahu Aku Harus Memiliki Hubungan yang Baik dengan Tuhanku Sebelum Aku Mencari Orang yang Baik Bagiku Walau Aku Menyadari Itu Semua Terlambat, Tetapi Bagi Dia Tidak Ada yang Terlambat, Aku Bersyukur Akan Setiap Pengalaman yang Terjadi dalam Hidupku
(baca selengkapnya di bawah ini)
Mungkin cerita ini sudah terlalu mainstream bagi orang-orang yang telah
berpengalaman dalam hal jatuh cinta. Tetapi cerita ini kutuliskan dengan nuansa
yang berbeda (dari segi penulis) untuk seseorang yang sedang kudoakan dan
bagaimana Tuhan menjawab setiap pergumulan doaku tentangnya. Aku berharap
cerita ini dapat menjadi sebuah kesaksian bagi orang-orang yang sedang bergumul
akan pasangan hidup.
Aku adalah seorang mahasiswa tingkat
akhir (semester 6) karena aku adalah seorang diploma sedangkan dia seorang
mahasiswa S1 semester 6. Berada dalam satu fakultas yang sama, Teknik. Berada
dalam satu pelayanan di Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Teknik. Aku dan
dia tidak pernah bertemu sebelumnya, mungkin pernah tetapi tidak saling
mengenal. Pertama kali bertemu dalam persekutuan dan itu masih biasa saja
karena pada saat sebelumnya aku belum mengikuti pertemuan PMK sebelumnya yang
mengenalkan pengurus baru.
Masih canggung, mungkin iya dan itu
juga berlaku bagi adik-adik yang baru bergabung dan baru pertama kali
dipertemukan dalam satu pelayanan. Semua pun berjalan semestinya. Saat itu,
tepatnya minggu pertama UTS. Saat itu, salah seorang temenku ingin menonton dan
saat itu kami kehabisan tiket sehingga kami harus mengundurnya hingga besok.
Saat itu kami masih berenam. Besoknya temanku yang harusnya memboncengin aku
malah mendadak tidak ikut karena dia ingin tanding futsal malam itu juga.
Singkat cerita, dia menyarikan aku seorang teman dari bidangnya. Sebut saja dia
Prima. Saat itu aku disuruh temanku untuk personal
chat langsung ke dia untuk memastikan jika ikut menonton hari ini.
“Primaaa | Oiii. Syallom No |
*awkward Kau ikut nonton ga Prim? Wkwk Syallom Prim | Ikut No. Bareng kita ya |
Kau udah nitip duit? Soalnya tiketnya mau dibeli sekarang | Belumm | Mau kau
menduluankan wkwkwk. Berapa sih No harga tiketnya | Wkwk kalo ga 40K, 50K Prim.
Ini udah dideluanin sama Sri dulu soalnya mereka yang beli tiketnya| Trus
kemana kukasi ? Oh okee. Nanti kubayar. Thank yu..| Oke oke Prim bareng yaa | *stiker
Line”.
Waktu itu titik kumpulnya di kos aku
dan Sri. Saat itu aku sedikit canggung karena sebelumnya kami tidak pernah
berbicara. Akhirnya saat kami mau pergi, dalam perjalanan dia memulai berbicara
padaku dan itu baru berjalan sekitar 10 meter dari kos ku.
“No,
beratmu berapa?”, ujarnya.
“*sontak
kaget Ihh buat apa coba berat”,
“Iya
berapa beratmu?”,
“Aku
60kg”,
“Sama
dong aku juga 60kg”,
“Masa?
Iya sih kamu kan tinggi, emang motor kamu ga kuat kalo berat?”,
“Bisa
sih kayaknya”.
Setelah
itu aku melanjutkan pembicaraan tentang PMK, menanyakan awalnya bagaimana dia
di PMK, apa yang dirasakan selama dia menjadi anggota PMK hingga akhirnya dia
menjadi pengurus PMK dan juga kami membicarakan masalah KP.
Baiklah
sedikit menjelaskan bahwa aku dan teman-temanku akan menonton di Ciputra Mall
dan apabila harus kesana, harus memilih jalur kiri karena lebih cepat sampai ke
tujuan, kalau memilih jalur kanan maka rute yang dilewati cukup panjang. Entah
bagaimana ceritanya saat kami sedang berbicara dia bablas menuju jalur kanan.
Sedangkan teman-temanku beberapa ada yang ke jalur kiri sedangkan aku dan
beberapa temanku di jalur kanan karena mereka dari belakang mengikuti kami.
“Prim
kok lewat sini?”,
“Ah
gara-gara kau ini No, asik cerita samamu”.
“Kalian
kok bablas?”, tanya salah seorang temanku, Dian dan Tati.
“Ini
gara-gara Retno dia ngajak aku bicara terus”,
“Ah
kau No”, ujar Dian.
“Lah
kok aku?”, dengan wajah kebingungan. Akhirnya kami harus sedikit muter-muter
untuk kembali ke rute awal. Dan di lampu merah terakhir dia menoleh ke
belakang.
“Maaf
maaf”, ujarku sontak.
“Kalo
kek gitu aku ceritain pergumulan hidupku samamu jugalah No”,ujar Dia.
*Tring
lampu hijau
“Prim
kau bawa jam nggak?”,
“Bawa
No”,
“Sekarang
jam berapa?”. Berhubung jamnya terletak dibalik lengan jaket, dia harus menarik
lengan panjang jaketnya dengan mulut. Dan saat itu mau bantuin ga enak karena
masih sedikit canggung.
“Ini
No”,
“Oh
masih sempat kok”. Dan awalnya kami memarkir motor dilain tempat akhirnya kami
memarkirkan motor di tempat yang sama dengan teman-temanku.
Nah
saat menuju Cinema XXI, sedikti memiliki rasa geer sih saat itu. Waktu itu aku
berjalan didepan teman-temanku dan saat itu banyak orang yang lalu-lalang jalan
berlawanan arah dengan kami, dan dia maju berjalan berdampingan denganku. Entah
kenapa saat itu aku merasa dijagain (bukan baper).
Setelah menonton kami pun pulang,
dan kejadian pas berangkat kembali terulang. Nyaris saja kami menuju jalan yang
salah, dan untungnya saat kami harus mutar balik lawan arah suasana jalan cukup
sepi sehingga kami bisa mengejar teman-teman yang telah duluan pergi.
Sebelumnya di Ciputra Mall, temenku Mery bertemu dengan temannya dan ternyata
saat dijalan Prima menanyai wanita itu. Saat itu juga aku merasa sedikit
terpuruk, dan saat itu adalah hal yang salah karena itu bisa menganggu fokus ke
Tuhan, dan akhirnya aku menjernihkan pikiranku saat itu. Selama dijalan, Prima
cukup santai sehingga kami menduduki posisi terakhir.
Sesampai di kontrakan PMK, hal yang
biasa kami lakukan adalah bermain UNO. Pertama kali main berempat, aku kalah
dan wajahku cemong karena hukumannya. Hal yang biasa terjadi diantara anak PMK
adalah saling menceng-cengin. Aku dan dia menjadi sasarannya. Dia akhirnya
duduku disebelahku dan aku tanpa canggung meladeni candaan teman-temanku (bukan
baper). Akhirnya subuh pun menjelang kami akhirnya pulang.
Disinilah pergumulanku bermula,
entah kenapa aku merasa nyambung dan nyaman saat bersama dia dan dijagain. Memang
pada umumnya laki-laki seperti itu, hanya saja aku ingin lebih mengenal dia
lebih lagi. Setelah beberapa hari berlalu, aku memutuskan untuk mencoba
menyelipkan dia dalam doaku.
Namun, setelah hampir sebulan lebih
mendoakannya, jawaban Tuhan membuat aku semakin bingung dalam menentukan
perasaanku. Aku dan dia menjadi canggung dan menjadi jauh. Banyak orang yang
mengetahui perasaanku hingga aku menjadi malu dan tak berani untuk menemuinya. Suatu
hari aku mengetahui kalau dia sedang menyukai seseorang. Saat itu rasanya
hatiku sakit karena memiliki harapan yang tinggi akannya.
Terkadang aku merasa apa yang telah
terjadi beberapa hari yang lalu adalah jawaban Tuhan bagiku. Banyak hal yang
terjadi sehingga aku tak mampu menyelami maksud Tuhan dalam hidupku. Dalam sebuah
kelompok kecil, aku membagikan cerita ini. Dari situlah Tuhan mulai menunjukkan
jawaban-Nya bagiku. Yap, aku tahu, aku salah selama ini. Aku terlalu fokus akan
perasaanku dan jawaban doaku, aku tidak fokus kepada sumber jawaban doa itu
sendiri yaitu, Tuhan. Setelah ini berakhir, aku berdoa kepada Tuhan untuk mampu
menghilangkan rasa yang pernah menyelinap dalam hatiku. Puji Tuhan, aku bisa
menghilangkan rasa itu. Aku hanya merasakan sukacita yang datang dari Tuhan.
Saat ini, aku akhirnya membuat
sebuah keputusan untuk fokus dan melihat Tuhan saja sebagai seorang teman,
sahabat, seseorang yang sempurna dan menjadi pendamping setiap dalam hidupku. Hal
itu akan perlahan membantuku bertemu dengan seseorang yang Tuhan inginkan aku
untuk bersamanya. Mungkin aku juga tidak akan baper atau menyukai lawan jenis sebelum aku bisa fokus kepada
pribadi yang setia itu, Tuhan. Aku tidak ingin karena keinginanku merusak
hubunganku dengan Dia lagi. Aku bersyukur karena setiap hal yang terjadi Tuhan
selalu menunjukkan jalan-Nya. Bahkan di saat aku keluar dari jalur rencana-Nya,
Dia membelokkan jalur agar kembali kepada rencana-Nya. Sakit memang tetapi
Tuhan melakukan itu untuk aku menuju level selanjutnya. Aku tidak menyalahkan
perasaan yang pernah ada ini, aku bersyukur karena Tuhan mengaruniakan aku
perasaan. Aku bersuka karena setiap pergumulanku Tuhan tak pernah meninggalkan
aku.
Terimakasih
Yesus :)
Komentar
Posting Komentar